JURNALKATA.NET/ Jakarta. – Masyarakat diingatkan agar tidak dengan gampang untuk menyebarkan pernyataan atau narasi di media sosial. Apalagi itu terkait dengan eksistensi lembaga lain, baik itu pribadi ataupun perusahaan yang bisa berpengaruh terhadap citra diri.
“Ngomongi pihak lain apalagi itu kaitannya dengan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik atau media sosial itu memang harus berhati-hati betul,” ujar ujar Pakar Hukum Pidana dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Setya Indra Arifin, saat dimintai tanggapannya soal adanya seorang konsumen yang menyebarkan isu jentik hitam di galon AMDK baru-baru ini.
Karena, lanjutnya, dikhawatirkan apa yang dinyatakan orang tersebut ke publik itu ada unsur-unsur yang ternyata berbeda atau bertentangan dengan faktanya. “Jika itu terjadi, dia bisa dituntut karena pencemaran nama baik. Dan saya kira bisa lebih berbahaya lagi kalau yang dinyatakan itu adalah fitnah,” ucapnya.
Dalam hal ini, menurut Setya, orang yang menyebarkan isu tersebut akan dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 45 UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Di sana disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, bisa dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 400 juta.
“Jadi, sebaiknya masyarakat harus lebih bijak dalam bertindak. Karena, kita harus berangkat dari pemahaman atau fakta-fakta juga bahwa kita hidup bernegara itu dibatasi oleh aturan-aturan, ada yang kemudian menguntungkan tapi ada juga yang bisa sebaliknya. Nah, salah satu yang menjadi tidak menguntungkan jika perbuatan seseorang itu kemudian melanggar hukum pidana dan Undang-Undang ITE dan sanksi yang paling tidak enak memang pemidanaannya itu,” kata Setya.
Untuk terhindar dari hal tersebut, menurutnya, langkah yang sebaiknya dilakukan konsumen jika menemukan hal-hal aneh dalam sebuah produk adalah bisa menggugatnya secara perdata. Misalkan dari dari sisi kerugian material yang dialami secara kesehatan atas produk yang tercemar itu. Selain itu, dia juga bisa melaporkan kepada lembaga-lembaga yang memang punya otoritas di perlindungan konsumen. “Jadi, jangan langsung berkoar-koar di medsos,” tukas Setya.
Sebab, lanjutnya, dengan berkoar-koar seperti itu, pihak-pihak yang dirugikan bisa menduga ada “motif” lain dari orang yang menyebarkan isu tersebut. Apalagi, jika orang itu tidak mau bersikap kooperatif dengan perusahaan. Misalnya, tidak mau memberikan bukti temuannya itu untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium oleh perusahaan yang memiliki produk itu.
“Ini bisa nantinya menimbulkan kecurigaan bahwa orang tersebut memiliki motif lain dengan sengaja untuk menjatuhkan perusahaan itu. Padahal perusahaan kan sudah memiliki niat baik mau memeriksa temuannya itu lebih lanjut. Tapi, kalau terus si orang itu malah nggak mau kan jadi timbul pertanyaan. Ini kan bisa ada unsur persaingan usaha yang tidak sehat di dalamnya, dan itu tidak bisa dihindari dalam bisnis” ungkapnya.
@Eko/Jurnalkata.Net/JK/08/2024.