JURNALKATA.NET/ Jakarta. – Meski belum tergolong ke dalam kategori sembako, air minum dalam kemasan (AMDK) saat ini sudah menjadi barang strategis di masyarakat. Karenanya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta agar AMDK ini tidak masuk dalam barang-barang yang dilarang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) soal pembatasan kendaraan angkutan barang pada setiap libur besar keagamaan.
“Walaupun AMDK tidak termasuk bahan pokok, tapi sudah tergolong bahan strategis yang dibutuhkan masyarakat saat ini, apalagi di hari-hari libur besar keagamaan,” ujar Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Sugy Atmanto baru-baru ini.
Dia menuturkan kebutuhan AMDK pada saat menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN) atau libur keagamaan, kebutuhan masyarakat terhadap AMDK itu selalu meningkat. Katanya, data menunjukkan pada saat HBKN itu, rata-rata kebutuhan masyarakat terhadap AMDK naik sekitar 60%. Kalau di Jabodetabek itu peningkatannya 39%, Jawa 40%, dan daerah lainnya 21%. “Sebenarnya hal-hal yang seperti ini yang kita akan dan terus sampaikan ke Kemenhub untuk dipertimbangkan dalam SKB berikutnya,” ucapnya.
Dia berharap pihak Kemenhub juga bisa mempertimbangkan pendapat dari Kemendag dan kementerian lainnya yang terkait dalam penerbitan SKB berikutnya. “Hal itu bertujuan agar SKB ini tidak lagi dipersoalkan oleh karena tidak bisa mengakomodir kepentingan-kepentingan pelaku usaha terkait dengan kebutuhan masyarakat di hari-hari besar keagamaan,” katanya.
Sebelumnya, Ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan, Aknolt Kristian Pakpahan, mengatakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) perlu dilibatkan dalam perancangan SKB terkait pelarangan angkutan logistik pada saat libur hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Nataru, dan Imlek. Hal ini bertujuan untuk menghindari dampak negatif terhadap industri-industri yang dirugikan SKB tersebut.
Seperti diketahui, selama ini SKB ini hanya dicetuskan oleh 3 institusi saja, yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Akibatnya, banyak industri yang dirugikan dengan kebijakan tersebut. SKB ini terkesan mengabaikan kerugian-kerugian ekonomi yang disebabkannya.
Dia mengatakan seharusnya SKB terkait Pelarangan Angkutan Logistik di saat momen libur hari-hari besar keagamaan itu tidak hanya melihat manfaatnya dari sisi masyarakat pemudik saja, tapi juga dari sisi ekonominya. “Jadi, SKB itu harusnya mempertimbangkan dampaknya terhadap dua kelompok besar ini,” ujarnya.
Tapi, lanjutnya, SKB yang ada selama ini hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu pemerintah hanya mementingkan kenyamanan para pemudik saja. Sementara, kepentingan para pelaku ekonomi diabaikan dalam SKB tersebut. Hal itu membuat para pelaku industri terus berteriak saat dikeluarkannya SKB ini. “Memberikan kenyamanan kepada pemudik itu memang tidak salah. Tapi, tidak tepat juga jika pelaku ekonomi menjadi terdampak atau dihambat atau dibatasi oleh SKB ini,” katanya.
Karenanya, dia menyarankan agar dalam mengeluarkan keputusan atau aturan (SKB) terkait pelarangan angkutan logistik pada saat libur hari-hari besar itu harus melibatkan banyak stakeholder. Artinya, perlu dipertimbangkan dampaknya seperti apa, pengaturan mitigasinya seperti apa. “Ini yang perlu juga ditekankan dalam SKB itu,” tukasnya.
Data data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebutkan bahwa kontribusi AMDK dan industri makanan dan minuman bagi perekonomian nasional sebesar 6,4 persen terhadap PDB dan 38,05 persen terhadap total industri non-migas nasional. Data BPS juga menunjukkan, mayoritas atau 40,64% rumah tangga Indonesia menjadikan air kemasan bermerek sebagai sumber air minum mereka.
@Eko/Jurnalkata.Net/JK/03/2024.